Informasi Publik Harus Dibuka

30 Agustus 2010 § Tinggalkan komentar

SEMARANG, KOMPAS – Segala jenis informasi yang berkaitan dengan kepentingan publik dan memiliki pengaruh luas harus disampaikan secara terbuka. Upaya menutup informasi tersebut justru menimbulkan kecurigaan adanya ketidakberesan di baliknya.

Demikian disampaikan pengamat ekonomi dari Universitas Indonesia, Faisal Basri, Kamis (26/8), dalam sidang ajudikasi nonlitigasi (pengumpulan keterangan) Komisi Informasi Pusat (KIP) di Kota Semarang. Faisal mengatakan hal tersebut selaku saksi ahli dalam sidang beragenda pembuktian, atas sengketa informasi antara Lembaga Penelitian dan Aplikasi Wacana (LPAW) Blora dan PT Blora Patragas Hulu (PT BPH).

Sengketa antara LPAW Blora dan PT BPH berawal ketika LPAW meminta kepada PT BPH dokumen perjanjian yang berisi pengelolaan saham Blok Cepu yang dimiliki Pemerintah Kabupaten Blora kepada pihak ketiga (PT Anugrah Bangun Sarana Jaya/ABSJ) pada 19 Mei 2010. PT BPH menolak permintaan itu dengan alasan dokumen itu termasuk rahasia dagang.

“Dokumen perjanjian dapat dirahasiakan jika dokumen itu merupakan perjanjian antarpihak swasta dan tidak ada pengaruhnya ke publik. Namun, dokumen perjanjian yang diminta LPAW berkaitan dengan penanaman saham Pemkab Blora yang menggunakan dana APBD sehingga harus dibuka,” ujar Faisal. Pengaruh ke publik

Dokumen perjanjian, menurut Faisal, tidak termasuk rahasia dagang. Lingkup perlindungan rahasia dagang hanya meliputi metode produksi, metode pengolahan, metode penjualan, dan informasi lain di bidang teknologi atau bisnis.

Faisal menilai dokumen perjanjian tersebut memiliki pengaruh besar kepada publik sehingga tidak seharusnya dirahasiakan. Apalagi, sebelum dokumen perjanjian dibuat, ada “beauty contest” (tawar-menawar tender) antara beberapa perusahaan yang akhirnya dimenangkan oleh PT ABSJ. Jika kemudian isi perjanjian dirahasiakan, kata Faisal, berarti ada yang tidak beres dalam perjanjian tersebut.

“Kalau sudah ada ‘beauty contest’, mengapa harus ditutup-tutupi? Itu berarti tidak ada lagi transparansi. Padahal, harus ada pertanggungjawaban kepada publik,” kata Faisal.

Menjawab hal itu, Direktur Utama PT BPH, Christian Prasetya mengatakan, PT BPH sejak awal telah berupaya untuk transparan dengan melakukan semua proses sesuai prosedur. Namun, pihaknya tidak dapat menjawab mengenai dokumen perjanjian yang seharusnya dapat dibuka untuk publik.

Sidang itu diskors hingga persidangan berikutnya setelah Lebaran dengan agenda putusan. Putusan dalam sidang sengketa informasi bersifat mengikat, tetapi tidak final. Artinya, pihak yang keberatan dapat mengajukan upaya hukum melalui pengadilan tata usaha negara. (UTI)

Mobil Cepu kena sanksi

24 Agustus 2010 § Tinggalkan komentar

Produksi 30.000 bph dicapai 2012

JAKARTA: Mobil Cepu limited, anak perusahaan ExxonMobll, akhlrnya mendapat sanksi dari Departemen ESDM berupa pencabutan side letter yang menjadi payung hukum penglinduran DMO holiday dari 2011 menjadi Agustus 2009.

Alasan pencabutan side letter dari Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) itu karena perusahaan tersebut dinilai gagal memenuhi komitmen produksi Blok Cepu sehingga DMO lwliday dikembalikan ke posisi mulai produksi secara komersial per Agustus 2009 dan berlaku selama 60 bulan sejak penetapan.

Kepala Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (BP’Migas) R Priyono mengatakan Mobil Cepu telah mendapatkan penalti terkait dengan molornya jadwal produksi awal serta tidak terpenuhinya target produksi.

Penalti, katanya, berupa pencabutan side letter Menteri ESDM yang sebelumnya memberikan insentif kepada perusahaan untuk mulai menghitung DMO lwliday pada 2011.

“Produksi mereka molor, DMO holiday dikembalikan ke posisi awal, yaitu ketika mereka mulai produksi secara komersial per Agustus 2009. Sesuai ketentuan, DMO holiday itu akan berlaku selama 60 bulan sejak penetapannya,” katanya kemarin.

Pemberian DMO holiday adalah fasilitas kepada produsen minyak bisa menjual sebanyak 25 % DMO minyaknya ke pasar domestik dengan harga pasar.

Setelah masa itu terlewati, produsen dikenakan aturan DMO dengan kewajiban memasok 25 % minyak ke domestik dengan harga 25 % dari har- ga pasar. Hingga kini, tingkat produksi awal

Blok Cepu baru mencapai 13.000 barel per hari (bph), dengan 12.000 bph di antaranya dibeli Pertamina dan 1.000 bph dipasok ke kilang Tri Wahana Universal.

Tahun depan, Exxon hanya mematok produksi Blok Cepu pada 16.000 bph terkait masalah pembeli yang belum tuntas. ‘

Fasilitas produksi
Berkaitan dengan rencana fasilitas produksi, Mobil Cepu Limited merencanakan fasilitas produksi penuh bisa tuntas pada kuartal ketiga 2012 sehingga bisa start up dengan tingkat produksi pertama yang ditargetkan mencapai sekitar 30.000 bph.

Berdasarkan data outlook produksi Mobil Cepu Limited yang diperoleh Bisnis, perusahaan itu merencanakan pelaksanaan start up produksi dengan fasilitas berkapasitas penuh (165.000 bph) pada kuartal kedua 2012. Kapasitas produksi pada saat itu, diperkirakan baru mencapai sekitar 30.000 bph.

Produksi akan mulai meningkat pada kuartal keempat 2012 dengan kapasitas sekitar 42.000 bph. Data itu menyebutkan produksi dengan kapasitas 165.000 bph baru akan teriadi pada 2013.

Ketika dikonfirmasi Bisnis, President and General Manager Exxon- Mobil Oil Indonesia (EMOI) Terry S. McPhail mengaku belum bisa memberikan informasi detail mengenai proyeksi produksi tersebut. ‘

Hanya saja, dia menjelaskan saat ini Exxon masih bergantung pada proses persetujuan BP Migas untuk memulai proses lelang engineering, procurement, and construction (EPC) yang diharapkan tuntas pada 2010.

Tender EPC tersebut akan diselesaikan dalam lima paket kontrak, yaitu fasilitas produksi, fasilitas pendukung, jaringan pipa, fasilitas terapung, dan juga pekerjaan pengeboran. Exxon sebelumnya mengajukan rencana anggaran di Banyu Urip sebesar US$3,6 miliar yang tengah dieva- luasi BP Migas.

“Kami harapkan proses pekerjaan EPC itu bisa tuntas maksimal dalam 36 bulan setelah tender. Di tahun yang sarna, Exxon akan menyelesaikan akuisisi lahan yang akan digunakan sebagai tempat,” tambah Senior Vice President EMOI Maman Budiman.

Deputi Perencanaan BP Migas Achmad Lutfi mengatakan dari lima paket kontrak tersebut instansinya baru meluluskan paket EPC 1 dengan catatan apabila disetujui Menteri ESDM.
Sumber : Bisnis Indonesia

Kronologi walkout sidang sengketa informasi

19 Agustus 2010 § Tinggalkan komentar

Semarang, 18 Januari 2010

Pemohon : LPAW Blora diwakili Kunarto Marzuki
Termohon : PT. BPH dikuasakan kepada 3 advokat
Objek Sengketa : Perjanjian PT. BPH (BUMD Blok Cepu) dengan PT. ABSJ Suarabaya

  1. Sidang dimulai pukul 10.30 Wib, di ruang sidang utama lantai dua kantor Komisi Informasi Daerah Jawa Tengah.
  2. Begitu sidang dimulai, Pemohon (LPAW Blora) melihat ada 1 lagi kuasa hukum Termohon (PT. Blora Patragas Hulu) yang hadir di persidangan. Padahal sebelumnya Termohon sudah didampingi 2 orang kuasa hukum. Lalu pemohon meminta kepada majelis hakim agar memeriksa identitas kuasa hukum Termohon yang baru bergabung.
  3. Majelis Komisioner lalu memeriksa identitas kuasa hukum yang baru bergabung, yang akhirnya diketahui bernama Mardjo yang beralamat di Semarang.
  4. Ketika Majelis Komisioner hendak meminta Termohon agar membacakan argumentasi penolakan untuk memberikan data berupa perjanjian kerjasama antara Termohon dengan PT. ABSJ, kuasa hukum Termohon yang bernama Sularto meminta kepada Majelis Komisioner untuk membacakan peraturan komisi tentang Hukum Acara Persidangan.
  5. Majelis Komisioner kemudian menjawab, bahwa Hukum Acara sudah ada di Undang-undang No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik.
  6. Tidak puas dengan jawaban Majelis komisioner, kuasa hukum Termohon lalu menjelaskan bahwa yang dia minta adalah detil Hukum Acara Persidangan sebagaimana Hukum Acara Perdata atau Pidana.
  7. Majelis Komisioner lalu membacakan Peraturan Komisi Informasi Nomor 1 tentang Tata cara Memperoleh Informasi.
  8. Kuasa hukum Termohon tidak menerima dan meminta persidangan dibatalkan karena menilai landasan Hukum Acaranya tidak jelas.
  9. Majelis Komisioner meminta pendapat Pemohon.
  10. Pemohon mengatakan bahwa keberatan Termohon tidak relevan karena menyamakan Hukum Acara Persidangan ajudikasi non litigasi yang digelar Komisi Transparansi dengan pesidangan pada umumnya. Pemohon menyatakan keberatan jika sidang ditunda atau dibatalkan dan meminta kepada Majelis Komisioner agar mengambil sikap tegas untuk melanjutkan sidang.
  11. Majelis Komisioner menskors sidang 10 menit untuk bermusyawarah.
  12. Majelis Komisioner kembali memulai sidang. Majelis mengatakan, keberatan Termohon tidak dapat dikabulkan karena Majelis Komisioner berpandangan tak satupun langkah-langkah ajudikasi yang dilakukan oleh Komisi Informasi bertentangan dengan Undang-undang Nomor 14 Tahun 2008. Majelis Komisioner juga berpandangan, jika pun Termohon tidak puas dengan keputusan Majelis Komisioner, maka Termohon bisa mengajukan langkah banding melalui PTUN bahkan sampai dengan kasasi. Majelis Komisioner juga berpandangan bahwa hal yang lebih esensial, yaitu perlunya memutuskan dokumen yang diminta oleh pemohon, harus dikedepankan dibanding masalah prosedural seperti Hukum Acara Persidangan. Majelis Komisioner tetap melanjutkan persidangan dan meminta Termohon membacakan argumentasi (pembelaan?) sebagaimana disepakati pada persidangan sebelumnya.
  13. Mendengar keputusan majelis, ketiga kuasa hukum Termohon tidak puas yang memilih meninggalkan ruangan. Namun Direktur PT. BPH Cristian Prasetya masih duduk  di kursi Termohon.
  14. Majelis Komisioner lantas bertanya kepada Direktur PT. BPH apakah akan tetap ikut sidang meskipun tanpa kuasa hukum, atau mengikuti kuasa hukumnya.
  15. Direktur PT. BPH mengatakan tidak bisa melanjutkan persidangan jika tanpa didampingi kuasa hukumnya.
  16. Majelis Komisioner lalu bertanya pendapat Pemohon.
  17. Pemohon keberatan jika sidang harus ditunda mengingat persidangan sebelumnya sudah disepakati agenda pembacaan argumentasi dari Termohon. Pemohon juga mengaku telah dirugikan secara waktu dan biaya jika sidang ditunda tanpa menghasilkan kesepakatan apapun. Pemohon meminta Majelis Komisioner melanjutkan persidangan dengan resiko Termohon tidak didampingi kuasa hukum.
  18. Majelis Komisioner menskors sidang selama 15 menit untuk bermusyawarah.
  19. Majelis Komisioner kembali membuka sidang.
  20. Majelis Komisioner menanyakan sekali lagi kepada Termohon, apakah masih akan ikut sidang tanpa kuasa hukumnya.
  21. Termohon mengatakan tidak bisa mengikuti sidang tanpa kuasa hukum tetapi mengaku taat pada hasil putusan Majelis Komisioner.
  22. Majelis Komisioner menyapaikan keputusan musyawarah; pertama Termohon sudah diberikan kesempatan 2 kali untuk membacakan argumentasi penolakan pemberian dokumen kepada Pemohon, namun kesempatan tersebut tidak dipergunakan. Dengan demikian kesempatan tersebut dianggap hangus. Kedua, Majelis Komisioner tetap akan melanjutkan persidangan meskipun tanpa kehadiran Termohon, dengan catatan hasil keputusan Majelis Komisioner bisa ditindaklanjuti oleh Pemohon untuk menempuh langlah pidana di Kepolisian.
  23. Mendengar putusan tersebut, wajah Direktur PT. BPH mendadak pucat pasi.
  24. Sidang ditutup dan dilanjutkan pada tanggal 26 Agustus 2010 dengan agenda memasuki tahap pembuktian dan mendengarkan keterangan saksi ahli.

Pengelola Blok Cepu Permasalahkan Sidang Sengketa Informasi

19 Agustus 2010 § Tinggalkan komentar

Semarang (ANTARA News) – PT Blora Patragas Hulu, sebagai salah satu perusahaan daerah pengelola Blok Cepu, mempermasalahkan tata cara persidangan sengketa informasi yang digelar Komisi Informasi Jawa Tengah, yang dinilai tidak memiliki dasar hukum.

Penasihat Hukum PT Blora Patragas Hulu, Sularto, dalam sidang Ajudikasi di gedung Komisi Informasi Jawa Tengah, Rabu, mengatakan prosedur pelaksanaan sidang sengketa informasi antara perusahaan ini dengan Lembaga Penelitian dan Aplikasi Wacana Blora, tidak memiliki dasar hukum.

Ia mencontohkan persidangan di Pengadilan Negeri atau Tata Usaha Negara yang diatur khusus dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana.

“Seharusnya tata cara persidangan penyelesaian sengketa ini disusun lebih dahulu, sehingga ada kepastian hukum yang jelas,” katanya dalam sidang yang dipimpin Ketua Majelis Komisioner Usman Abdhali Watik.

Akibat keberatan ini, pihak PT Blora Patragas Hulu menyatakan keberatan untuk menyampaikan tanggapan atas gugatan yang diajukan oleh Lembaga Penelitian dan Aplikasi Wacana Blora.

Sementara itu, Ketua Majelis Komisioner Usman Abdhali Watik menyatakan, tata cara persidangan sengketa informasi ini sudah diatur dalam Undang-undang Nomor 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi.

“Dalam undang-undang keterbukaan informasi sudah dijelaskan mengenai tata cara persidangan penyelesaian sengketa informasi,” katanya.

Ia justru menyayangkan keberatan pihak PT Blora Patragas Hulu yang disampaikan pada sidang kedua.

“Seharusnya keberatan ini disampaikan pada sidang pertama, sehingga semua dapat dijelaskan, kalau memang ada yang keberatan,” katanya.

Akibat perbedaan pendapatan tersebut, akhirnya para penasihat hukum PT Blora Patragas Hulu menyatakan keluar dari persidangan.

Sementara Ketua Majelis Komisioner menyatakan, karena pihak termohon tidak memeberikan tanggapan atas gugatan yang disampaikan, maka sidang akan ditunda dan dilanjutkan pekan depan dengan agenda mendengarkan keterangan saksi ahli.

Usman menambahkan, jika pihak termohon kurang puas dengan putusan yang akan dihasilkan oleh persidangan ini, maka dapat mengajukan banding ke tingkat pengadilan negeri atau tata usaha negara, bahkan ke Mahkamah Agung.

Sebelumnya, Komisi Informasi Provinsi Jawa Tengah menggelar sidang kasus sengketa informasi antara Lembaga Penelitian dan Aplikasi Wacana Blora sebagai pihak pemohon dengan PT Blora Patragas Hulu sebagai termohon.

Dalam sidang ajudikasi ini, Lembaga Penelitian dan Aplikasi Wacana Blora mengadukan tentang kesulitan dalam mengakses informasi ke PT Blora Patragas Hulu.

Sumber : http://www.antaranews.com

Sejarah Keterbukaan Informasi Publik di Indonesia

18 Agustus 2010 § Tinggalkan komentar

Reformasi di penghujung dekade 90 telah membawa beberapa perubahan mendasar dalam konstitusi Indonesia. Indonesia meratifikasi kovenan hak asasi manusia dan melakukan amandemen terhadap Undang-undang Dasar 1945. Hasil amandemen tersebut telah pula memuat jaminan pemenuhan hak warga untuk mengakses informasi, sebagaimana yang dinyatakan dalam pasal 28F hasil amandemen: “Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia”.

Pasal tersebut menjadi dasar untuk menyusun suatu undang-undang tentang keterbukaan informasi publik. Proses legislasi mengalami proses yang cukup panjang. Pada tahun 2000 sejumlah organisasi masyarakat sipil membentuk Koalisi untuk Kebebasan Memperoleh Informasi Publik.

Seperti halnya Thailand dan Jepang, dorongan untuk kebebasan memperoleh informasi publik dimulai ketika krisis ekonomi melanda kawasan Asia. Ada kemiripan antara Jepang dan Indonesia, dimana regulasi ini diinisiasi oleh masyarakat sipil dan daerah telah lebih dulu memberlakukan kebijakan tersebut sebelum adanya undang-undang di tingkat nasional. Akan tetapi kecepatan dalam pengesahan undang-undang Indonesia sangat jauh tertinggal dibandingkan kedua negara tersebut. Dibutuhkan 8 tahun bagi Indonesia untuk pengesahan, dan jika UU akan efektif 2 tahun kemudian, berarti diperlukan 10 tahun untuk memberlakukan jaminan Keterbukaan Informasi di Indonesia sejak amandemen terhadap Undang-undang Dasar 1945 dilakukan. Pada bulan April 2008, akhirnya RUU ini disahkan menjadi Undang-undang Keterbukaan Informasi Publik.

Belajar Dari Inisiatif Beberapa Daerah
Beberapa daerah telah mengambil inisiatif lebih dulu untuk menyusun dan mensahkan suatu regulasi yang menjamin akses publik terhadap informasi. Beberapa diantaranya adalah: Kota Gorontalo, Kabupaten Solok, Kabupaten Lebak, Kabupaten Bandung, Kabupaten Kebumen, Kabupaten Tanah Datar, Kabupaten Bantul, Kabupaten, Lamongan, Kabupaten Bolaang Mongondow, Kabupaten, Boalemo, Kabupaten Gowa, Kabupaten Takalar, Kabupaten Bulukumba, Kota Palu, kota Kendari, Propinsi Kalbar, dan beberapa daerah lain yang mungkin belum teridentifikasi oleh penulis.

Kebanyakan daerah tersebut mengambil inisatif melalui kerjasama program dengan lembaga donor atau jaringan kerja NGO nasional, dan beberapa yang lain merupakan inisiatif penuh pelaku di daerah. Program BUILD (UNDP) dapat dikatakan merupakan pionir dalam menginisiasi ini, program-program lain adalah ILGR (The Worldbank) dan TPLD (Yappika-CIDA).

Melalui assesment yang dilakukan oleh program Participatory Budgeting and Expenditure Tracking (PBET), ditemukan fakta bahwa berbagai peraturan daerah tentang transparansi tersebut akan dapat menjamin akses warga terhadap informasi publik secara formal hanya apabila Komisi Transparansi terbentuk dan operasional. Tanpa akses formal diperkirakan dokumen publik hanya dapat diakses oleh segelintir elit.


Sumber : Alamsyah Saragih http://alamsyahsaragih.blogspot.com/

Sengketa KIP Kejari Sumenep-LSM Gebrak, Pertama di Jawa Timur

17 Agustus 2010 § Tinggalkan komentar

Implementasi UU No. 14/2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP) mulai makan “korban”. Kejaksaan Negeri (Kejari) Sumenep menjadi “korban” pertama di Jawa Timur yang dinilai tak terbuka soal informasi kepada publik. Bagaimana hasil mediasinya?

KEJARI Sumenep berurusan dengan Komisi Informasi Pusat (KIP) yang berkedudukan di Jakarta setelah ada laporan dari LSM Gebrak. LSM ini mempersoalkan ketertutupan kejari terkait informasi hasil pengembalian kerugian negara dalam perkara tindak pidana korupsi.

Sebagai tindak lanjut penanganan, kemarin (12/8), sekitar pukul 13.00, pihak yang bersengketa menjalani mediasi. Mediasi ini dilakukan secara segitiga, yakni Kejari Sumenep selaku terlapor, LSM Gebrak sebagai pelapor, dan KIP sebagai mediator.

Sekadar diketahui, mediasi ini merupakan amanat UU No. 14/2008 sebagai bagian dari penyelesaian sengketa informasi publik. Mengacu pada UU tersebut, penyelesaian sengketa informasi sebenarnya bisa melalui dua hal, yakni mediasi dan ajudikasi nonlitigasi.

Namun, pada tahap awal, proses penyelesaian lebih diarahkan kepada mediasi. Proses mediasi diharapkan dapat menyelesaikan persoalan yang menjadi sengketa. Tapi jika media gagal, proses penyelesaian dengan cara ajudikasi nonlitigasi. Mekanismenya, komisioner KIP menggelar sidang komisi yang akan menghadirkan para pihak. Baik pelapor, terlapor dengan pembelanya, dan komisioner KIP sebagai hakim.

Tapi karena sengketa informasi publik antara Kejari Sumenep dan LSM Gebrak masih tahap awal, maka proses penyelesaian fokus ke mediasi. Proses mediasi berlangsung di salah satu hotel di Jalan Trunojoyo Kota Sumenep kemarin.

Mediasi yang digelar KIP dihadiri oleh Henni S. Widianingsih selaku wakil ketua. Sedangkan dari pihak kejari diwakili Kasi Pidsus E. R. Chandra, dan LSM Gebrak diwakili oleh fungsionarisnya atas nama Sidik.

Henni yang dikonfirmasi sebelum mediasi berlangsung menjelaskan, sengketa informasi publik antara Kejari Sumenep dengan LSM Gebrak merupakan kali pertama di Jawa Timur. Perempuan dengan penampilan sederhana ini juga mengungkapkan, kasus di Sumenep ini merupakan kasus kedua di Indonesia. Kasus pertama terjadi antara ICW (Indonesia Corruption Watch) dengan sejumlah sekolah di Jakarta terkait masalah penanganan BOS (bantuan operasional sekolah).

Dijelaskan, sesuai ketentuan UU KIP, penanganan sengketa informasi di kabupaten seharusnya ditangani komisi informasi provinsi. Namun karena di Jawa Timur baru berdiri, maka penanganan tetap ditangani KIP.

“Sengketa informasi publik ini kan memang belum banyak. Jadi, untuk komisi informasi provinsi akan ada semacam hukum acara yang segera disosialisasikan. Sehingga, semua nantinya ditangani oleh provinsi,” papar Henni.

Bagaimana jika mediasi gagal? Sesuai ketentuan, akan berlanjut pada ajudikasi nonlitigasi. Hasil keputusan bisa dibawa ke pengadilan umum untuk disidangkan. “Ada ancaman pidana sampai setahun jika ada keputusan yang terbukti,” terangnya.

Sementara itu, mediator dari Komisi Informasi Provinsi Jawa Timur, Imadoedin, yang hadir menjelaskan, sengketa informasi di Sumenep sudah menemui titik terang. Hasil mediasi mengerucut pada penyelesaian secara kekeluargaan.

“Dari pertemuan tadi (kemarin, Red) memang sudah sepakat diselesaikan. Kedua belah pihak sama-sama menyadari. Secara prinsip, tidak ada lagi sengketa informasi dan kejari akan memberikan informasi sesuai yang diminta,” kata Imadoedin yang mantan Ketua KPU Pamekasan ini.

Dia menambahkan, berdasarkan keterangan Kejari Sumenep, permintaan data oleh LSM Gebrak belum diberikan karena menunggu keputusan hukum tetap. “Kasusnya masih dalam proses kasasi. Dan, pemohon menerima penjelasan dari kejaksaan,” terangnya.

Untuk diketahui, sengketa informasi antara Kejari Sumenep dengan LSM Gebrak berawal dari permintaan informasi hasil pengembalian keuangan negara kasus tindak pidana korupsi. Namun, permintaan itu tidak digubris oleh kejari. Maka, sesuai ketentuan, LSM Gebrak punya waktu 10 hari menunggu informasi yang diminta. Karena tetap tidak ada, maka LSM Gebrak kembali melayangkan surat.

Namun, surat kedua juga tidak digubris. Bahkan, melebihi batas waktu 30 hari sebagaimana diatur dalam UU KIP. Karena itu, kasus ini pun dilaporkan ke KIP.

Sedangkan kasus korupsi yang data dan informasinya diminta pemohon, antara lain kasus tunjangan jabatan di dinas pendidikan, mobil dinas, dan P2SEM.

Kepala Kejari Sumenep Abd. Azis yang dikonfirmasi terpisah mengatakan, pihaknya tidak pernah tertutup soal informasi. Hanya, sejauh ini kejaksaan belum mengetahui secara detail soal informasi yang harus disimpan atau yang boleh dibuka kepada publik sesuai UU No. 14/2008.

“Saya kira ini salah paham saja. Kami secara prinsip tidak pernah tertutup. Mungkin ini imbas karena memang belum banyak yang paham soal teknis penyampaian informasi,” katanya.(mat)

Sumber : http://www.jawapos.com

Badan Publik Harus Layani Permintaan Informasi Warga

16 Agustus 2010 § Tinggalkan komentar

Penerapan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP) bersifat mengikat. Siap atau tidak siap, seluruh badan publik harus melayani permintaan informasi yang diajukan oleh setiap warga negara. Kini, kinerja lembaga-lembaga publik dapat dipantau secara terbuka.

Demikian pendapat Panitia Ad Hoc Komisi Informasi Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, Darmanto, dalam Lokakarya Sistem Informasi Desa untuk Keterbukaan Informasi Publik di Balai Desa Terong, Kecamatan, Dlingo, Bantul (20/4/2010). Selain Darmanto, ada Elanto Wijoyono (Pegiat Combine Resource Institution) dan Sudirman Alfian (Lurah Desa Terong) tampil sebagai narasumber.

Menurut Darmanto, seluruh ketentuan dalam undang-undang ini resmi diberlakukan mulai 30 April 2010. UU KIP merupakan pelaksanaan Pasal 20, Pasal 21, Pasal 28 F, dan Pasal 28 J Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Karena itu, KIP wajib dilaksanakan agar kedaulatan rakyat tetap terjunjung dan penyelenggaraan tata pemerintahan yang baik (good governance) dapat diwujudkan.

Apa itu informasi publik? Darmanto mengatakan informasi adalah keterangan, pernyataan, gagasan, dan tanda-tanda yang mengandung nilai, makna, dan pesan, baik data, fakta maupun penjelasannya yang dapat dilihat, didengar, dan dibaca yang disajikan dalam pelbagai kemasan dan format sesuai dengan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi, baik secara elektronik maupun nonelektronik.

“Informasi Publik adalah informasi yang dihasilkan, disimpan, dikelola, dikirim, dan/atau diterima oleh suatu badan publik yang berkaitan dengan penyelenggara dan penyelenggaraan negara dan atau badan publik lainnya yang berkaitan dengan kepentingan publik,” jelasnya.

Darmanto memberikan penghargaan kepada warga Desa Terong yang telah mempersiapkan sistem keterbukaan informasi. Selain peralatan yang tepat guna, sistem informasi desa membutuhkan peran serta warga untuk membaruan informasi.

Sementara itu, Sudirman Alfian, mengaku Pemerintahan Desa Terong banyak menerima manfaat dari keterbukaan informasi publik. Pemdes Terong tengah membangun sistem informasi desa supaya warga dapat mengetahui rencana pembuatan kebijakan desa, program pembangunan desa, dan proses pengambilan keputusan serta alasan pengambilan suatu keputusan di desa.

“Lewat keterbukaan informasi publik, warga semakin aktif berperan serta dalam proses pengambilan kebijakan desa. Siapa yang tidak ingin terciptanya pemerintahan desa yang transparan, efektif, efisien, serta dapat dipertanggungjawabkan,” ujar Sudirman.

Jenis lembaga yang dikelompokkan dalam badan publik ada tiga, pertama lembaga yang menggunakan uang negara (seluruh lembaga pemerintah). Kedualembaga yang mengumpulkan dana dari masyarakat, dan ketiga, lembaga yang menerima dana dari luar negeri.

Lokakarya diikuti oleh 54 peserta yang berasal dari Para Pamong Desa Terong, utusan lembaga swadaya masyarakat, lembaga pendidikan, ekonomi, dan perempuan. [yossy suparyo]

Sumber : http://combine.or.id/

Warga Banyak Keluhkan Akses Info Anggaran ke Komisi Informasi

16 Agustus 2010 § Tinggalkan komentar

SEMARANG –  Sejak  berdiri 30 April 2010 lalu, setidaknya Komisi Informasi Pusat sudah menerima 22 pengaduan sengketa informasi. Mayoritas terbanyak yang diadukan warga adalah minimnya akses publik terhadap informasi anggaran dan dokumen perjanjian antara badan publik dengan pihak lain.

” Yang mengajukan mayoritas dari kelompok LSM, melawan badan publik seperti lembaga negara” kata Amiruddin, Anggota Komisi Informasi Pusat yang ditemui di Semarang, Ahad, 15 Agustus 2010.  Komisi Informasi sendiri berdiri sejak diberlakukannya UU Nomor 14 Tahun  2008 tentang Keterbukaan Informasi.

Menurut Amiruddin yang juga dosen  Universitas Diponegoro Semarang ini, salah satu LSM yang mengadu adalah Indonesian Corruption Watch. ICW mengeluhkan sulitnya minta laporan  pertanggungjawaban penggunaan dana bantuan operasional sekolah (BOS) periode 2007 hingga 2009 di 5 sekolah menengah pertama negeri di Jakarta.

Lima sekolah itu tidak  mau memberikan data informasi laporan pertanggungjawaban penggunaan BOS karena merasa data itu masuk dalam kategori bukan informasi publik. Sekolah, kata Amirudin, beralasan, pihak yang   yang berhak mengetahui laporan pertanggungjawaban itu hanyalah lembaga pemeriksa keuangan dalam hal ini Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP). ” Proses sengketa memasuki tahap mediasi. Nantinya Komisi Informasi akan melakukan uji konsekuensi seberapa penting informasi yang diminta ICW” ujarnya.

Menurut Amiruddin, saat ini, Komisi Informasi Pusat juga sudah menggelar sidang sengketa informasi publik antara Lembaga Penelitian dan Aplikasi Wacana dengan PT Blora Patragas Hulu Blora. Sidang digelar Kamis (12/8) lalu di Kantor Informasi Provinsi Jawa Tengah ini merupakan sidang yang pertama kali tentang sengketa informasi pubik yang ada di Indonesia.
Informasi yang disengketakan adalah soal dokumen perjanjian antara PT Blora dengan PT Anugrah Bangun Sarana Jaya Surabaya selaku finansial patrner dalam pengelolaan 2,1 persen saham participating interest PT Blok Cepu yang dimiliki pemerintah Kabupaten Blora.
Selain itu, Komisi Informasi juga menerima pengaduan sengketa informasi yang diajukan LSM Gebrak Jawa Timur yang meminta dokumen daftar isian proyek anggaran (DIPA).

Sumber: http://www.tempointeraktif.com

Sengketa Informasi Publik Mulai Bermunculan

16 Agustus 2010 § Tinggalkan komentar

Empat kasus memasuki tahap mediasi.

JAKARTA – Komisi Informasi Pusat mengungkapkan, pemberlakuan Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik (KTP) mulai mengundang berbagai kalangan untuk memanfaatkan undang-undang tersebut. Buktinya, baru dua setengah bulan undang-undang tersebut efektif berlaku, permohonan sengketa informasi yang masuk ke Komisi Informasi sudah mencapai 12 kasus.

“Dari 12 kasus tersebut, empat di antaranya sudah harus diselesaikan melalui mediasi,” kata komisioner KTP, Dono Prasetyo, dalam siaran pers yang diterima Tempo kemarin.Empat kasus yang harus diselesaikan melalui mediasi berkaitan dengan permohonan informasi yang diajukan masyarakat kepada Kepala Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan, dan Aset Kabupaten Sumenep; Kepala Kejaksaan Kabupaten Sumenep; Dinas Kesehatan Kabupaten Sumenep, Jawa Timur; serta PT Blora Patragas Hulu-BUMD, Blora, Jawa Tengah.

Semua informasi yang diminta masyarakat tersebut, menurut Dono, telah sesuai dengan prosedur dan ketentuan perundangan. “Komisi Informasi segera akan menu-runkan tim mediator untuk melakukan mediasi antara kedua pihak,” ujar Dono.Komisioner KTP lainnya, Ramly Amin Simbolon, mengatakan delapan kasus sengketa informasi publik lainnya saat ini baru memasuki tahap klarifikasi.Sengketa informasi publik adalah sengketa yang terjadi antara badan publik dan pengguna informasi publik yang berkaitan dengan hak memperoleh dan menggunakan informasi.Menurut Undang-Undang KTP, setiap warga negara berhak memperoleh semua jenis informasi yang dikuasai badan publik, termasuk instansi pemerintah, badan usaha mi-lik negara, dan partai politik.

Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 ini hanya mengenal beberapa jenis informasi yang dikecualikan. Antara lain informasi yang dapat membahayakan negara, informasi yang berkaitan dengan kepentingan perlindungan usaha dari persaingan usaha tidak sehat, informasi yang berkaitan dengan hak-hak pribadi, dan informasi yang berkaitan dengan rahasia jabatan.Undang-Undang KIP juga mengatur mekanisme penyelesaian sengketa informasi publik. Pemohon informasi yang tidak puas atas pelayanan Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi disebuah badan publik bisa melapor kepada atasan langsung si pejabat.

Jika atasan langsung si pejabat tidak memberi tanggapan memuaskan, pemohon informasi bisa mengadukan kasusnya ke Komisi Informasi. Komisi Informasi selanjutnya akan mencoba menyelesaikan sengketa ini dengan cara mediasi. Jika mediasi gagal, Komisi Informasi akanmenggelar sidang dan memutuskan kasus sengketa informasi tersebut (adjudikasi). Pihak yang tak puas atas putusan Komisi Informasi bisa mengajukan gugatan ke pengadilan. Jalur yang dipilih bisa Pengadilan Tata Usaha Negara bila yang digugat badan publik negara. Gugatan ke badan publik di luar negara bisa melalui pengadilan negeri

Sumber : http://bataviase.co.id/node/300452

Tidak Semua Sengketa Informasi Layak Dibawa ke Pengadilan

16 Agustus 2010 § Tinggalkan komentar

Tidak Semua Sengketa Informasi Layak Dibawa ke Pengadilan

Komisi Informasi terus menyusun petunjuk teknis akses terhadap informasi dan mekanisme penyelesaian sengketa. Komisi Informasi perlu membuat peraturan teknis yang memaksimalkan proses penyelesaian sengketa di Komisi ini agar tidak semua sengketa informasi publik bermuara ke pengadilan, khususnya ke Mahkamah Agung. Jika tidak dibatasi, beban kerja pengadilan akan tambah berat.

Undang-Undang No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP) memungkinkan proses penyelesaian sengketa informasi hingga ke Mahkamah Agung. Jalur penyelesaian sengketa informasi inilah yang dinilai terlalu panjang dan berbelit-belit, bahkan akan menambah beban baru bagi pengadilan. Untuk itu, peran Komisi Informasi menjadi penting, terutama untuk memaksimalkan proses penyelesaian sengketa di Komisi. Seyogianya tidak semua sengketa informasi layak diajukan ke pengadilan, khususnya ke tingkat kasasi di Mahkamah Agung.

Hakim Agung Takdir Rahmadi mengatakan sangat mungkin persoalan sepele, misalnya biaya fotocopy dokumen, dibawa menjadi sengketa informasi hingga ke Mahkamah Agung. Jika kasus-kasus kecil semacam itu dibawa ke Mahkamah Agung, sangat berpotensi menganggu sumber daya. Oleh karena itu, Takdir berharap ada pembatasan. “Harusnya ada pembatasan. Jangan semua yang kecil-kecil. Sayang sumber daya negara,” ujarnya kepada hukumonline di sela-sela peluncuran Anotasi Undang-Undang No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik di Jakarta, Kamis (07/1) lalu.

Sengketa informasi publik pada dasarnya diselesaikan melalui Komisi Informasi. Sengketa dibawa ke Komisi beranggotakan tujuh orang ini setelah pemohon informasi tidak puas atas respon Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID). Proses penyelesaikan sengketa di Komisi Informasi memakan waktu maksimal seratus hari kerja. Namun jika tidak puas atas putusan Komisi Informasi, para pihak masih dimungkinkan membawa perkaranya ke Pengadilan Negeri atau Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN), bahkan hingga ke Mahkamah Agung.

Takdir Rahmadi berharap ada perkara-perkara tertentu yang diselesaikan di Komisi Informasi. Di sini, putusan mengikat kedua belah pihak. Jadi, puas atau tidak puas, putusan Komisi Informasi final dan mengikat. “Jangan semuanya ke pengadilan kan,” tegas hakim agung yang juga Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Andalas Padang itu.

Cuma, harapan Takdir hanya sekadar harapan. Legislator sudah menetapkan semua perkara bisa dibawa ke pengadilan jika tidak puas terhadap putusan Komisi Informasi. Untuk mengatasi persoalan tersebut ada dua hal yang bisa dilakukan, yaitu melalui jalur legislasi di DPR atau melalui Komisi Informasi.

Melalui proses legislasi di DPR mengandung konsekuensi amandemen terhadap UU KIP. Jalur ini pasti memakan waktu lama dan belum tentu disetujui DPR. Takdir juga enggan mengomentari masalah ini. “Ini persoalan di hulu. Kita tidak boleh mengomentari kan”. Jalur lain adalah berharap pada Komisi Informasi. UU KIP memberi wewenang kepada KIP untuk mengatur petunjuk teknis (juknis) berkaitan dengan implementasi UU KIP, termasuk prosedur akses informasi dan penyelesaian sengketa informasi.

Ketua Komisi Informasi Ahmad Alamsyah Saragih membenarkan bahwa Komisi Informasi tengah menyusun sejumlah rancangan juknis dimaksud. Alamsyah meyakinkan bahwa draf juknis akan keluar pada akhir Januari 2010. “Kami akan melakukan diskusi publik untuk draft itu, untuk dapat masukan,” ujarnya.

Finalisasi draft dilakukan setelah mendapat masukan dari sejumlah pihak. Beberapa juknis digabung menjadi satu Peraturan Komisi Informasi. Salah satu yang tengah disusun adalah prosedur penyelesaian sengketa. Berdasarkan UU KIP, ada beberapa juknis yang secara eksplisit harus dipersiapkan Komisi Informasi. Misalnya, tata cara permintaan informasi ke badan publik (pasal 22 ayat 9), kebijakan umum pelayanan informasi (pasal 26 ayat 1 huruf b), dan kewajiban badan publik memberikan dan menyampaikan informasi publik secara berkala (pasal 19 ayat 6).

Sumber :  www.hukumonline.com

Where Am I?

You are currently viewing the archives for Agustus, 2010 at Taskforce14.